Penduduk muslim Suriah adalah bangsa yang besar. Mereka terkenal dengan kesabaran, ketegaran dan kekokohan mental mereka walau musibah bertubi-tubi menimpa mereka.
Salah satu contohnya adalah seorang bapak dari wilayah Kafr Zaituna, propinsi Homs. Ia bersama keluarganya mengungsi ke Nabuk, Damaskus pada saat gencar-gencarnya bombardir rezim terhadap kota Homs.
Kantor berita Ugarit News pada Sabtu (15/12/2012) meliput bapak yang mengagumkan tersebut. Sang bapak tengah melepaskan kepergian anaknya yang baru saja gugur. Ia merupakan anak ketujuh yang syahid dari putra-putra bapak tersebut.
Berdasar laporan kantor berita Ugarit News, bapak itu tidak hanya kehilangan tujuh anak yang gugur oleh serangan pengecut militer rezim Suriah. Istrinya sendiri telah gugur bersama lima orang cucunya. Selain itu ketiga keponakannya juga gugur. Total ia telah kehilangan lima belas orang anggota keluarganya selama dua puluh bulan berlangsungnya revolusi rakyat.
Laki-laki itu membuka kain kafan yang menutupi wajah putra ketujuhnya yang baru saja gugur oleh peluru tentara rezim Asad. Ia mencium wajah putranya dan tak kuasa menahan tangisnya. Beberapa kerabat dan wartawan yang menemaninya berusaha untuk menghiburnya.
"Segala puji bagi Allah ya Rabb...segala puji bagi Allah...segala puji bagi Allah," hanya itu yang terucap dari bibir kakek tua tersebut.
Salah satu contohnya adalah seorang bapak dari wilayah Kafr Zaituna, propinsi Homs. Ia bersama keluarganya mengungsi ke Nabuk, Damaskus pada saat gencar-gencarnya bombardir rezim terhadap kota Homs.
Kantor berita Ugarit News pada Sabtu (15/12/2012) meliput bapak yang mengagumkan tersebut. Sang bapak tengah melepaskan kepergian anaknya yang baru saja gugur. Ia merupakan anak ketujuh yang syahid dari putra-putra bapak tersebut.
Berdasar laporan kantor berita Ugarit News, bapak itu tidak hanya kehilangan tujuh anak yang gugur oleh serangan pengecut militer rezim Suriah. Istrinya sendiri telah gugur bersama lima orang cucunya. Selain itu ketiga keponakannya juga gugur. Total ia telah kehilangan lima belas orang anggota keluarganya selama dua puluh bulan berlangsungnya revolusi rakyat.
Laki-laki itu membuka kain kafan yang menutupi wajah putra ketujuhnya yang baru saja gugur oleh peluru tentara rezim Asad. Ia mencium wajah putranya dan tak kuasa menahan tangisnya. Beberapa kerabat dan wartawan yang menemaninya berusaha untuk menghiburnya.
"Segala puji bagi Allah ya Rabb...segala puji bagi Allah...segala puji bagi Allah," hanya itu yang terucap dari bibir kakek tua tersebut.